Hangatnya
pagi sudah berganti dengan teriknya siang. Mau tak mau kulangkahkan kaki
menyusuri jalur yang biasa kulewati. Ah, ingin mengeluh tapi aku bahagia, tak
ingin mengeluh tapi aku merasa lelah. Dalam benakku terpikir bagaimana kalau
suatu saat nanti aku melewatkan hal-hal yang penting bagiku karena aku punya
segudang kegiatan untuk kampus. Hanya kupikirkan, tak kuungkapkan pada siapapun.
Sepanjang
perjalanan aku terus berpikir. Entah apa yang kupikirkan, tapi semua berasa
berkecamuk hebat di dalam sini. Langkah kaki tak melambat ataupun bertambah
cepat, sementara waktu terus mengejarku untuk bergerak lebih gesit. Debu-debu
jejak kakiku berterbangan liar saat angin berhembus. Aku beruntung merasakan
sejuknya angin di siang ini.
Beberapa
waktu lalu aku sempat menyatakan bahwa aku akan menjadi lebih baik dan tak
ingin kembali ke masa remajaku yang nakal. Tapi detik ini, bermula dari ratusan
ribu detik yang lalu, yang kulakukan tidak sesuai dengan pernyataanku.
Berbanding terbalik. Aku tetap sebagai remaja nakal yang tak mau mendengarkan
nasihat orang lain. Aku tau aku salah. Aku tahu persis apa salahku. Tapi hati
ini tetap fasik, mengetahui tapi tak melaksanakan. Sisi gelapku masih
menyelimuti pikiranku.
Kuhentikan
langkah saat berdiri cermin di depanku. Kuamati seragamku yang sudah mulai
kotor, kuamati rok seragam yang kukenakan. Ini sudah bagus, pikirku. Kutatap wajahku,
seolah berkata ia baik-baik saja. Ia mengatakan yang bermasalah bukanlah
wajahku atau pakaianku, ia bilang yang bermasalah ada di dalam diri ini. Hatimu
yang tak mau melawan! Hatimu yang dengan begitu mudahnya terbolak-balik!
Jilbabku
tembus pandang, semua orang bisa melihat itu. Jilbabku kulempar ujung kiri ke
kanan ujung kanan ke kiri, semua orang bisa melihat itu. Jilbabku dengan
ringannya menunjukkan dadaku, semua orang bisa melihat itu. Jilbabku yang tak
memenuhi syarat! Itu yang salah, aku yang fasik, aku yang selalu berdalih, aku
yang memilih untuk pura-pura tidak tahu!
Otakku
kembali dipenuhi pikiran-pikiran yang sejak beberapa hari lalu menggangguku.
Tidak, mereka bukan mengganggu. Mereka hanya sedikit mengusik ketenanganku. Dan
mereka sukses melakukannya. Mereka berhasil membuat perasaanku tak menentu. Kenyamananku
berubah menjadi ketidaknyamanan, ketenanganku berubah menjadi keterusikan.
Kucoba
untuk segera menata kembali semuanya. Kususun kembali keinginanku beberapa
waktu lalu. Kurunut kejadian apa saja yang bisa menghantam keras kenyamananku
yang salah. Kesadaranku akan kebenaran kucoba bangkitkan kembali.
Sedikit
demi sedikit semua tersusun, semua tertata, semua ada pada tempatnya.
Ketenangan kembali mengalir sedikit demi sedikit, memberi keyakinan bahwa aku
masih punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Yakinkan bahwa tak ada kata
terlambat untuk menjadi lebih baik.
Perintah
menutup aurat bukanlah sesuatu yang menyulitkan, itu demi keamanan dan
kenyamananmu. Lalu, kenapa kau masih belum mau melakukannya?
Aku
kembali dihujani “amarah” pikiranku akan kebimbanganku melakukan hal yang
memang seharusnya kulakukan. Aku harus menancapkan dalam-dalam niat ini, jangan
sampai ia terlepas dan hilang entah kemana. Mulai detik ini, kuputuskan aku
benar-benar ingin berubah.
**
Semua hanya perlu dihadapi, dihayati, dan dinikmati**
-AAH-7Sept2013
Biodata Penulis
Nama :
Ajeng Aisya Hanum
Kegiatan :
Mahasiswi jurusan gizi Poltekkes Kemenkes Bandung
TTL :
Palembang, 8 Oktober 1993