Hijrahku by Ajeng Aisya Hanum

Hangatnya pagi sudah berganti dengan teriknya siang. Mau tak mau kulangkahkan kaki menyusuri jalur yang biasa kulewati. Ah, ingin mengeluh tapi aku bahagia, tak ingin mengeluh tapi aku merasa lelah. Dalam benakku terpikir bagaimana kalau suatu saat nanti aku melewatkan hal-hal yang penting bagiku karena aku punya segudang kegiatan untuk kampus. Hanya kupikirkan, tak kuungkapkan pada siapapun.
Sepanjang perjalanan aku terus berpikir. Entah apa yang kupikirkan, tapi semua berasa berkecamuk hebat di dalam sini. Langkah kaki tak melambat ataupun bertambah cepat, sementara waktu terus mengejarku untuk bergerak lebih gesit. Debu-debu jejak kakiku berterbangan liar saat angin berhembus. Aku beruntung merasakan sejuknya angin di siang ini.

Beberapa waktu lalu aku sempat menyatakan bahwa aku akan menjadi lebih baik dan tak ingin kembali ke masa remajaku yang nakal. Tapi detik ini, bermula dari ratusan ribu detik yang lalu, yang kulakukan tidak sesuai dengan pernyataanku. Berbanding terbalik. Aku tetap sebagai remaja nakal yang tak mau mendengarkan nasihat orang lain. Aku tau aku salah. Aku tahu persis apa salahku. Tapi hati ini tetap fasik, mengetahui tapi tak melaksanakan. Sisi gelapku masih menyelimuti pikiranku.
Kuhentikan langkah saat berdiri cermin di depanku. Kuamati seragamku yang sudah mulai kotor, kuamati rok seragam yang kukenakan. Ini sudah bagus, pikirku. Kutatap wajahku, seolah berkata ia baik-baik saja. Ia mengatakan yang bermasalah bukanlah wajahku atau pakaianku, ia bilang yang bermasalah ada di dalam diri ini. Hatimu yang tak mau melawan! Hatimu yang dengan begitu mudahnya terbolak-balik!
Jilbabku tembus pandang, semua orang bisa melihat itu. Jilbabku kulempar ujung kiri ke kanan ujung kanan ke kiri, semua orang bisa melihat itu. Jilbabku dengan ringannya menunjukkan dadaku, semua orang bisa melihat itu. Jilbabku yang tak memenuhi syarat! Itu yang salah, aku yang fasik, aku yang selalu berdalih, aku yang memilih untuk pura-pura tidak tahu!

Otakku kembali dipenuhi pikiran-pikiran yang sejak beberapa hari lalu menggangguku. Tidak, mereka bukan mengganggu. Mereka hanya sedikit mengusik ketenanganku. Dan mereka sukses melakukannya. Mereka berhasil membuat perasaanku tak menentu. Kenyamananku berubah menjadi ketidaknyamanan, ketenanganku berubah menjadi keterusikan.

Kucoba untuk segera menata kembali semuanya. Kususun kembali keinginanku beberapa waktu lalu. Kurunut kejadian apa saja yang bisa menghantam keras kenyamananku yang salah. Kesadaranku akan kebenaran kucoba bangkitkan kembali.

Sedikit demi sedikit semua tersusun, semua tertata, semua ada pada tempatnya. Ketenangan kembali mengalir sedikit demi sedikit, memberi keyakinan bahwa aku masih punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Yakinkan bahwa tak ada kata terlambat untuk menjadi lebih baik.
Perintah menutup aurat bukanlah sesuatu yang menyulitkan, itu demi keamanan dan kenyamananmu. Lalu, kenapa kau masih belum mau melakukannya?

Aku kembali dihujani “amarah” pikiranku akan kebimbanganku melakukan hal yang memang seharusnya kulakukan. Aku harus menancapkan dalam-dalam niat ini, jangan sampai ia terlepas dan hilang entah kemana. Mulai detik ini, kuputuskan aku benar-benar ingin berubah.
** Semua hanya perlu dihadapi, dihayati, dan dinikmati**

-AAH-7Sept2013

Biodata Penulis
Nama              : Ajeng Aisya Hanum
Kegiatan          : Mahasiswi jurusan gizi Poltekkes Kemenkes Bandung
TTL                 : Palembang, 8 Oktober 1993

Leave a Reply

Silakan tinggalkan komentar atau masukan :)